Loading...

Hadirkan Zainal Arifin Mochtar dan Agus Magelangan, PPI Gelar Seminar Nasional

Diterbitkan pada
22 Mei 2025 15:01 WIB

Baca

RILIS – Program Studi Pemikiran Politik Islam (PPI) Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta sukses menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Ekspresi Politik Gen-Z di Ruang Siber”. Bertempat di Aula Fakultas Adab dan Bahasa, acara ini menghadirkan dua narasumber nasional, yaitu Dr. Zainal Arifin Mochtar (Pakar Hukum Tata Negara) dan Agus Mulyadi (Influencer, Penulis, Content Creator), serta dipandu oleh moderator Azzah Nilawaty, M.A., dosen Prodi PPI pada Kamis (22/05).

Seminar yang dihadiri ratusan peserta lintas kampus ini dibuka secara resmi oleh Dr. H. Kholilurohman, M.Si., Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya generasi muda untuk memposisikan diri secara sadar dalam ruang digital. “Dalam ruang siber, bagaimana kita memposisikan diri adalah hal penting, antara menjadi subjek atau objek,” ungkapnya.

Kritik Tajam atas Fenomena “Brain Rot” dan Ilusi Pemahaman Politik

Zainal Arifin Mochtar dalam paparannya menyoroti kemunduran kemampuan literasi politik Gen-Z akibat dominasi konten video pendek di media sosial. Ia menyebut fenomena ini sebagai bentuk “brain rot” — penurunan ketajaman berpikir akibat konsumsi konten instan seperti video 7-8 detik di TikTok. Menurutnya, “Tanpa sadar, TikTok telah menjadi media pembelajaran yang paling rendah keintelektualannya.”

Zainal juga mengingatkan bahwa informasi politik di media sosial lebih banyak menampilkan citra ketimbang substansi. “Gen Z harus menyadari bahwa mereka kerap hanya menjadi objek politik, terutama saat pemilu. Mereka direbut saat kampanye, lalu ditinggalkan,” ujarnya. Ia mengajak generasi muda untuk mengambil peran aktif dalam demokrasi dengan merebut ruang digital untuk reinterpretasi realitas politik.

Politik, Kritik, dan Gaya Jenaka Gen-Z

Sementara itu, Agus Mulyadi membawakan materinya dengan gaya khas dan jenaka. Ia menyampaikan bahwa Gen-Z memiliki kekuatan unik dalam menyampaikan kritik politik melalui konten lucu dan ringan. “Melalui konten receh, Gen-Z bisa menarik perhatian ke isu-isu politik. Bahkan kritik yang terlihat sepele bisa berdampak pada kebijakan,” jelasnya.

Agus juga menekankan bahwa isu-isu yang dihadapi anak muda—seperti kesehatan mental, perundungan siber, hingga judi online—perlu disuarakan langsung oleh Gen-Z melalui jalur politik. “Masalah anak muda hanya bisa diselesaikan oleh anak muda sendiri,” tegasnya.

Menurut Agus, Gen-Z memiliki kecenderungan selektif dalam membuat keputusan, layaknya perilaku konsumen di marketplace. “Mereka memperhatikan testimoni, review, hingga rekam jejak. Ini harus dibawa ke dalam politik agar mereka tidak mudah terjebak citra kosong,” tuturnya.

Harapan: Gen-Z Melek Politik, Bukan Jauh dari Politik

Acara ini menjadi ruang refleksi dan edukasi penting tentang bagaimana generasi muda harus melek politik di era digital. Menutup seminar, keduanya sepakat bahwa Gen-Z perlu mengambil peran bukan hanya sebagai konsumen informasi, tetapi sebagai subjek aktif dalam demokrasi. Seperti yang disampaikan Agus Mulyadi secara jenaka namun bermakna: “Jauhi politik, tapi jangan jauh-jauh.” (ZHR/PPI).