Loading...

Bekerja Sama dengan UIN Yogyakarta, PPI Selenggarakan Public Lecture dengan Senior Research Monash University Australia

Diterbitkan pada
22 Februari 2025 11:20 WIB

Baca

RILIS - Program Studi (Prodi) Pemikiran Politik Islam (PPI) UIN Raden Mas Said Surakarta bekerja sama dengan Manajemen Pendidikan Islam (MPI) dan S3 Pendidikan Agama Islam (PAI) UIN Sunan Kalijaga, selenggarakan Public Lecture untuk mahasiswa PPI dan UIN Yogyakarta pada Sabtu (22/02/2025).

Hadir sebagai narasumber, Dr. Priyambudi Sulistiyanto, Senior Research Monash Encounter, Monash University dan Southeast Asia Senior Advisor, Flinders Internasional, Australia.

Hadir pula Ketua Prodi MPI, Siti Nur Hidayah, Ph.D., Dekan Fakultas Tarbiyah; Prof. Dr. Sigit Purnama, Wakil Dekan III; Dr. Winarti, serta Koordinator Prodi PPI; Syafawi Ahmad Qadzafi, M.A., pada acara yang berlangsung di Ruang Teatrikal Gedung Kuliah Terpadu UIN Sunan Kalijaga.

Sekitar 20-an mahasiswa PPI ikut serta dalam public lecture ini, terutama karena Dr. Priyambudi merupakan Dosen Senior Antropologi Politik di Monash University, sehingga diharapkan bisa memberikan banyak perspektif politik secara antropologis antar-negara kepada mahasiswa PPI.

Dalam public lecture ini, Dr. Priyambudi menceritakan bagaimana hubungan suku asli di Benua Australia dengan nenek moyang Indonesia (baca: Nusantara).

"Nenek moyang kita, adalah orang luar pertama yang ketemu dengan suku Aborigin. Jauh sebelum orang-orang Eropa mendarat ke Benua Australia,” kata Dr. Priyambudi.

Di sisi lain, Dr. Priyambudi menceritakan tentang pengalaman akademiknya di Australia selama 30 tahun, terutama risetnya di beberapa negara di Asia Tenggara, beberapa di antaranya di Thailand, Myanmar, dan Indonesia. Semua riset tersebut difokuskan tentang antropologi politik, yang memang sudah menjadi konsentrasi risetnya.

Dr. Priyambudi juga sempat menceritakan situasi politik pada 1997-1998, di mana saat dirinya pulang ke Indonesia dari Australia.

“Saya jadi orang kaya raya sebentar, karena tiba-tiba uang dolar Australia saya melambung tinggi. Padahal pada saat yang bersamaan, banyak teman-teman saya (di Indoneisa) yang kehilangan pekerjaan. Akhirnya ya saya enggak mau pamer,” terang Dr. Priyambudi.

Public Lecture ini berjalan dengan baik, dengan banyaknya antusiasme peserta yang bertanya. Termasuk ada pula peserta yang bertanya mengenai perbedaan fasilitas pendidikan di Australia dengan di Indonesia.

“Saya kira perbedaannya, pendidikan di Australia lebih memfasilitasi, lebih baik infrastrukturnya. Kalau persamaannya, mungkin  kultur akademisnya hampir sama. Birokratnya juga hampir sama. Kadang mempermudah kadang mempersulit,” jawabnya.***